Wellcome To Firman Ramdhani Blog

Klik di Sini

Jumat, 17 April 2009

saat-saat terakhir mahasiswa korban kecelakaan di batu memey tinggal kesibukan nyaleg,maretha terus peluk sang ayah

Duka mendalam dirasakan keluarga mahasiswa korban kecelakaan tragis di Kota Batu Kamis (16/4) dini hari. Para kerabat yang ditinggalkan mengaku, para mahasiswa nahas itu menunjukkan perilaku khusus, seakan isyarat bahwa mereka akan meninggalkan orang-orang terkasih untuk selama-lamanya.

NUR LAILY A., Pasuruan

Bendera putih dengan palang hijau di tengahnya kemarin berkibar di depan rumah di Jl Kartini 96, Kota Pasuruan. Di ruang tamu rumah bercat putih tersebut jenazah Meutia Sonny Agustin disemayamkan. Dia adalah mahasiswi yang hampir saja menuntaskan pendidikan di Universitas Muhammadiyah (UMM) Malang. Dia menjadi korban tewas dalam kecelakaan maut di Kota Batu pada Kamis (16/4) dini hari.

Selain mahasiswi, Memey -begitu Meutia biasa disapa- adalah caleg DPRD Kota Pasuruan dari Partai Republika Nusantara (Republikan).

Dalam pemilu legislatif lalu, Memey berada di nomor urut ke-3 dapil Gadingrejo.

Kepergian Memey yang baru berusia 25 tahun itu tak hanya diratapi keluarga, tapi juga teman-teman kuliahnya. "Memey pamit pergi ikut acara ulang tahun temannya tadi malam (Rabu, 15/4, Red)," ungkap Ocha, sahabat satu kos Memey, sambil sesenggukan. Kemarin Ocha juga melayat di rumah sahabatnya itu.

Ocha adalah sahabat kental Memey sejak masih duduk di bangku semester I. Di UMM keduanya memilih Fisip Jurusan Ilmu Komunikasi. Hanya, saat kejadian, Ocha kebetulan tidak kenal dengan teman Memey yang sedang berulang tahun, karena lain kampus. Itu sebabnya, ketika diajak ikut serta, Ocha menolaknya dengan halus. Tapi, dia sempat mengingatkan sahabat karibnya itu untuk tidak ikut berangkat. "Saya sudah punya firasat tidak enak. Waktu itu wajah Memey pucet banget. Putih seperti sakit. Makanya, saya sempat bilang, lihat tuh Mey, wajah kamu seperti orang yang tidak punya kehidupan," tuturnya mengenang masa-masa terakhir dia bertemu Meutia.

Diledek seperti itu, Memey hanya tergelak. Putri sulung pasangan Sulis Suprapti dan Soni Sumarsono itu mengaku belum mandi seharian. "Mungkin karena aku belum mandi seharian saja, makanya wajah aku begini," ungkap Memey menjawab ledekan temannya.

Malam sebelum berangkat ke Batu, sekitar pukul 19.00, Ocha bersama teman Memey satu kosan bernama Indah, masih sempat meledeknya. Mereka membujuk Memey memakai bedak, untuk menutupi wajahnya yang masih tampak pucat, meski sudah mandi. Sayangnya, permintaan itu ditolak Memey, sambil kemudian pamit berangkat. "Ternyata, itu firasat kami akan ditinggalkan sahabat kami yang baik," ujar Indah, sambil mengusap air matanya dengan kerudung tipis yang menutupi kepala.

Sulis Suprapti, 50, ibunda Memey, menuturkan, Memey sebenarnya baru saja kembali ke Malang. Karena tercatat sebagai caleg di Kota Pasuruan, Memey sudah pulang sebelum pemilihan legislatif berlangsung. Bahkan, setelah mencontreng pada Kamis (9/4) lalu, Memey mengikuti proses penghitungan suara di beberapa TPS di sekitar rumahnya. "Baru Minggu dia balik ke Malang. Nggak tahunya, hari ini yang pulang malah jenazahnya," kata Sulis, sambil menangis sesenggukan.

Wanita paro baya itu masih teringat sifat manja putrinya meski tergolong sulung. Sebelum berangkat ke Malang pun dia sempat merengek minta dibelikan sepatu, karena miliknya sudah robek. "Saya baru menjanjikan kalau ada rezeki lebih, pasti dibelikan. Eh, belum sempat membeli sepatu baru, anak saya sudah dipundut sama Allah," paparnya pelan.

Rabu malam sebelum kejadian, Memey masih sempat mengirimkan SMS. Putrinya yang cantik itu mengingatkan dirinya agar tidak terlalu kecapekan dan tidak tidur terlalu malam.

Pesan terakhir itulah yang masih terngiang dalam ingatan ibu tiga putri tersebut. Dia seperti tidak percaya akan kehilangan Memey untuk selamanya. Sebab, Sulis sudah membayangkan bakal menyaksikan putri sulungnya itu segera diwisuda. "Sekarang ini dia sedang berusaha menyelesaikan skripsinya. Ya, Allah Mey..." tuturnya sambil menghela napas panjang.

Firasat akan kepergian anaknya juga dirasakan Wiji Utami Kristiani, ibu Maretha, korban lain kecelakaan tragis di Kota Batu. Perasaan guru SDN Landungsari I Malang itu sudah tidak enak sehari sebelumnya. Tiba-tiba dia merasa kangen sekali dengan anaknya.

Pada Rabu (15/4) malam, rasa kangen itu semakin dalam.

Dia pun mencoba menghubungi anaknya lewat handphone, tetapi tidak bisa. "Saya lihat fotonya terus, saya ingin ngeloni (memeluk) dia," ujarnya sembari menangis.

Malam itu dia tidak bisa tidur. Dia mengaku mendengar suara-suara aneh di rumahnya. Namun, dia tidak tahu suara apa yang didengar itu. Dia baru paham setelah mendengar kabar bahwa anak pertamanya meninggal.

Sembari menangis, Wiji yang ditemani sanak saudara mengatakan, pada saat ulang tahun Maret lalu, Maretha juga berperilaku agak aneh. Dia kerap mendekap erat ayahnya, Suwaji, seakan tidak ingin melepaskan. "Mungkin semua itu firasat," ujarnya.

Menurut dia, Maretha, 25, yang kuliah di Fakultas Ilmu Administrasi (FIA) Universitas Brawijaya saat ini menunggu wisuda Mei nanti. Malah, dia sudah diterima bekerja di Denpasar, Bali. Tetapi, dia belum aktif karena masih menunggu ijazah.

Sementara itu, sejumlah tetangga juga mengaku kaget sekali dengan kematian Maretha. Warga menilai Maretha adalah gadis yang baik. Selama ini dia dikenal sebagai pemandu (guide) turis. Dia pulang untuk menghadiri ulang tahun temannya. Sore kemarin jenazah korban dimakamkan di pemakaman daerah Kecamatan Kromengan, Kabupaten Malang.

Cerita Korban Selamat

Selain keluarga, kecelakaan maut di Kota Batu menyisakan duka mendalam bagi Retno S., teman satu kos para korban. Retno lolos dari maut karena tidak menumpang mobil Daihatsu Taruna yang nahas tersebut. Padahal, saat berangkat, Retno ikut satu rombongan di mobil itu.

Duduk di bangku putih ruang tunggu kamar jenazah Rumah Sakit Saiful Anwar (RSSA) Malang, Enok tidak kunjung mengakhiri histerianya. ''Semua teman-temanku mati! Aku ndak punya teman lagi sekarang,'' teriak Enok.

Setelah tenang, Radar Malang mencoba mendekati dia. Cukup sulit mengorek keterangan dari Enok. Namun, beberapa patah kata keluar dari mulutnya soal kecelakaan maut yang menewaskan kesembilan temannya.

Kecelakaan itu bermula ketika dia bersama belasan temannya berencana mencari makan malam di kawasan wisata Payung, Kota Batu. Rombongan berangkat sekitar pukul 21.30 dengan mengendarai dua unit mobil. Mobil Taruna dan satu sedan warna merah. Ada juga empat motor yang ikut.

Saat berangkat untuk makan malam itu, cewek berambut sebahu dan berkaca mata minus tersebut menumpang mobil Taruna. Selama perjalanan, perasaan Enok waswas karena mobil melaju cukup kencang. Berulang-ulang dia menasihati Anang, sopir Taruna, agar hati-hati. Namun, permintaan Enok tidak juga digubris. Meski sempat merespons nasihat Enok, Anang kembali mengulangi perbuatannya. Mempercepat laju Taruna maut itu.

Penuturan Enok berhenti sejenak. Untuk merunut kronologi berikutnya, cewek itu agak ragu. Dia seakan bingung untuk berujar dan menjelaskan soal kecelakaan maut tersebut. ''Rasanya, teman-teman saya itu masih ada dan baru saja guyonan dengan aku,'' ucap Enok setelah sekitar lima menit menunduk.

Untuk memberikan kesempatan dia menenangkan hatinya, Radar meminta wawancara dilanjutkan via telepon. Enok pun menyetujui. Dihubungi setelah mandi tadi malam, Enok menuturkan bahwa begitu tiba di Batu, mereka langsung makan-makan di wisata Payung.

Di sejumlah warung yang berdiri di pinggir jalan berkelak-kelok itu mereka menghabiskan waktu sekitar dua jam. Selanjutnya, mereka langsung pulang. Ketika pulang itulah, perasaan Enok tidak enak. Dia menolak ketika diajak teman-temannya naik mobil yang dikemudikan Anang. ''Saya pilih naik motor boncengan dengan teman saya. Perasaan saya tidak enak,'' ujar Enok.

Saat pulang, mereka meninggalkan lokasi Payung bersama-sama. Urutan pertama Taruna, kemudian mobil sedan merah yang ditumpangi empat orang, dan sisanya mengendarai motor. Dalam perjalanan, Enok bersama temannya yang mengendarai motor mengambil jalan berbeda dengan Taruna. ''Di lampu merah pertama dari arah Payung ke Batu, saya mengambil jalan belok ke kanan. Sedangkan mobil mengambil jalan lurus (lewat Jl Raya Panglima Sudirman, Red),'' katanya.

Begitu tiba di kos, Enok kaget karena teman-temannya yang naik Taruna belum tiba. Padahal, laju kendaraan mereka lebih cepat. Karena sudah larut pagi, sekitar 02.00, Enok langsung tidur. Enok baru tahu teman-temannya mengalami kecelakaan dan meninggal sekitar pukul 11.00. Dia diberi tahu teman yang lain.

Soal tujuan acara makan malam mereka diselingi dengan menyewa vila di Songgoriti Kota Batu, Enok enggan berkomentar. ''Maaf, saya tidak bisa menjelaskan soal itu (menyewa vila),'' elaknya dengan nada suara berat dan suara tangisnya terdengar.

Sebelum mengakhiri pembicaraan, sambil sesenggukan, Enok merasa bersyukur karena Allah memberinya kesempatan untuk hidup lebih lama ketimbang teman-temannya yang terlibat dalam kecelakaan maut tersebut. (Dibantu oleh Tim Radar Malang: lid/mas/ziz/war/kim)

0 komentar:

Terima Kasih Telah Mengunjungi Firman Ramdhani Blog

Klik di Sini

KoSoNg ToeJoeH © 2008. Design by :Yanku Templates Sponsored by: Tutorial87 Commentcute